”Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” QS. 17 : 23
Kudengar kokok ayam jantan di pagi buta. Saat sebagian manusia masih terlelap dan sebagian lainnya terjaga. Disepertiga malam kucoba untuk kembali bermuhassabah. Tentang cerita pada hari yang lalu, hari-hari yang penuh dosa dan amarah. Kubuka pintu kamar dan kulihat ibundaku tercinta sedang bersujud dengan mukena putih ditemani sajadah diruang keluarga, tempat biasanya dulu kita selalu berkumpul bersama untuk sekedar melepas lelah dan berbagi cerita. Segera kubergegas untuk melakukan thaharah. Lalu bersujud ditemani peluh airmata. Dalam sujudku teriring doa untuk ibundaku yang sangat kucinta.
Selesai bermuhassabah, kuhampiri ibundaku. Kuraih tangannya, seperti biasa lalu kuucapkan dengan lembut
“umi, syamsul pergi ke masjid dulu yah...???” sambil kucium tangan yang begitu halus dan penuh kelembutan itu.
“iya nak, hati-hati...tapi kan belum adzan nak?” jawab ibundaku pebuh kelembutan, pipinya tampak basah oleh airmata.
“kan masjidnya lumayan jauh...klo perginya pas adzan, gak kebagian sunnah fajar donk, mi!!”
“iya deh, hati-hati yah...pintunya jangan lupa syamsul kunci dari luar aja ya?”
“iya umi...”
Terbayang wajah ibunda yang mulai menua ketika kumenelusuri jalan yang sepi. Wajah yang begitu tabah, kadang kudengar ia sesengukan karena begitu berat beban yang dipikulnya. Senyum ibundaku tercinta yang selalu mengembang. Karena cintanya yang begitu tulus kepada anak-anaknya tersayang. Ibundaku adalah sumber mata air cinta dan semangat jiwa yang memnacar begitu deras didasar jiwa. Mengalir mengisi kekosongan dan menjadi tsunami yang luluhlantakan kesombongan.
Sesampainya dirumah kudapati sarapan sudah tersedia. Dan beberapa pekerjaan rumah yang memang harus dikerjakan sudah selesai terlaksana. Tak dapat kubayangkan betapa besar perjuangan ibunda, yang harus bangun pagi untuk menghadapNya lalu lakukan kewajiban sebagai seorang hamba. Senantiasa relasikan amal dengan ibadah. Maka selalu mengalir doa atasmu wahai ibundaku tercinta.
Tak sengaja kubertanya
”umi, gak capek ???”
”ya capek, tubuh umi kan gak sebugar dulu ketika masih muda. Lelah banget, tapi pas melihat kalian....hilang deh capeknya. Jadi semangat lagi, apalagi klo ngelihat kalian tersenyum...” jawab umi sambil tersenyum.
”umi beneran gak apa-apa negh?”
”gak, umi sehat kok...makanya syamsul harus jadi orang sukses dunia akhirat yah? Trus adikmu kamu bimbing biar gak salah langkah, syamsul juga ntar klo punya istri tolong jangan sampai menyakiti hatinya yah. Karena hati wanita itu begitu tipis dan lembut, mudah terkoyak dan hancur.”
”iya umi, insya Allah syamsul inget selalu pesan umi, syamsul mohon doa dan restu umi....”
”doa dan restu umi selalu atas diri kalian.”
”makasih yah umi...” airmata ini sudah tak terbendung, lalu kuhanyut dalam dekapan ibunda. Menangis sejadinya, begitu bersyukur atas karunia Allah yang dititipkan melalui kasih sayang ibunda yang begitu luas tak terkira.
Mentari dhuha yang kini kembali hadir menyapa diri. Sinarnya yang begitu hangat, yang biaskan pelangi dari embun pagi. Yang membuat hari ini begitu berarti, karena Allah masih memberikan nafas. Setiap hembusan nafas yang merupakan kesempatan. Kesempatan untuk jalani hari, semata-mata untuk beribadah kepadaNya dan berbakti kepada kedua orang tua, ibu..ibu...ibu dan ayah. Kepada seorang wanita yang bermahkotakan Ibu, ikatan yang tak akan pernah pudar. Tautan antara darah dan akidah, dan Rahmat dari Allah, Sang Penguasa Semesta.
Kudengar kokok ayam jantan di pagi buta. Saat sebagian manusia masih terlelap dan sebagian lainnya terjaga. Disepertiga malam kucoba untuk kembali bermuhassabah. Tentang cerita pada hari yang lalu, hari-hari yang penuh dosa dan amarah. Kubuka pintu kamar dan kulihat ibundaku tercinta sedang bersujud dengan mukena putih ditemani sajadah diruang keluarga, tempat biasanya dulu kita selalu berkumpul bersama untuk sekedar melepas lelah dan berbagi cerita. Segera kubergegas untuk melakukan thaharah. Lalu bersujud ditemani peluh airmata. Dalam sujudku teriring doa untuk ibundaku yang sangat kucinta.
Selesai bermuhassabah, kuhampiri ibundaku. Kuraih tangannya, seperti biasa lalu kuucapkan dengan lembut
“umi, syamsul pergi ke masjid dulu yah...???” sambil kucium tangan yang begitu halus dan penuh kelembutan itu.
“iya nak, hati-hati...tapi kan belum adzan nak?” jawab ibundaku pebuh kelembutan, pipinya tampak basah oleh airmata.
“kan masjidnya lumayan jauh...klo perginya pas adzan, gak kebagian sunnah fajar donk, mi!!”
“iya deh, hati-hati yah...pintunya jangan lupa syamsul kunci dari luar aja ya?”
“iya umi...”
Terbayang wajah ibunda yang mulai menua ketika kumenelusuri jalan yang sepi. Wajah yang begitu tabah, kadang kudengar ia sesengukan karena begitu berat beban yang dipikulnya. Senyum ibundaku tercinta yang selalu mengembang. Karena cintanya yang begitu tulus kepada anak-anaknya tersayang. Ibundaku adalah sumber mata air cinta dan semangat jiwa yang memnacar begitu deras didasar jiwa. Mengalir mengisi kekosongan dan menjadi tsunami yang luluhlantakan kesombongan.
Sesampainya dirumah kudapati sarapan sudah tersedia. Dan beberapa pekerjaan rumah yang memang harus dikerjakan sudah selesai terlaksana. Tak dapat kubayangkan betapa besar perjuangan ibunda, yang harus bangun pagi untuk menghadapNya lalu lakukan kewajiban sebagai seorang hamba. Senantiasa relasikan amal dengan ibadah. Maka selalu mengalir doa atasmu wahai ibundaku tercinta.
Tak sengaja kubertanya
”umi, gak capek ???”
”ya capek, tubuh umi kan gak sebugar dulu ketika masih muda. Lelah banget, tapi pas melihat kalian....hilang deh capeknya. Jadi semangat lagi, apalagi klo ngelihat kalian tersenyum...” jawab umi sambil tersenyum.
”umi beneran gak apa-apa negh?”
”gak, umi sehat kok...makanya syamsul harus jadi orang sukses dunia akhirat yah? Trus adikmu kamu bimbing biar gak salah langkah, syamsul juga ntar klo punya istri tolong jangan sampai menyakiti hatinya yah. Karena hati wanita itu begitu tipis dan lembut, mudah terkoyak dan hancur.”
”iya umi, insya Allah syamsul inget selalu pesan umi, syamsul mohon doa dan restu umi....”
”doa dan restu umi selalu atas diri kalian.”
”makasih yah umi...” airmata ini sudah tak terbendung, lalu kuhanyut dalam dekapan ibunda. Menangis sejadinya, begitu bersyukur atas karunia Allah yang dititipkan melalui kasih sayang ibunda yang begitu luas tak terkira.
Mentari dhuha yang kini kembali hadir menyapa diri. Sinarnya yang begitu hangat, yang biaskan pelangi dari embun pagi. Yang membuat hari ini begitu berarti, karena Allah masih memberikan nafas. Setiap hembusan nafas yang merupakan kesempatan. Kesempatan untuk jalani hari, semata-mata untuk beribadah kepadaNya dan berbakti kepada kedua orang tua, ibu..ibu...ibu dan ayah. Kepada seorang wanita yang bermahkotakan Ibu, ikatan yang tak akan pernah pudar. Tautan antara darah dan akidah, dan Rahmat dari Allah, Sang Penguasa Semesta.
No comments:
Post a Comment